Kamis, 10 November 2011

Kartini.......Tak Kan Pernah Bosan Orang Membicarakanmu

INILAH CITA-CITA KARTINI SEBENARNYA
Oleh Nurmah Komarudin

Setiap tanggal 21 April 2010, saya selalu teringat buku "Tragedi Kartini". Di sana tertulis, nama pengarangnya: Asma Karimah. Buku ini sangat menakjubkan. Saya yang kala itu masih duduk di bangku kuliah, baru menyadari ternyata, saya mempunyai penilaian yang salah tentang Sejarah
Kartini.  Padahal tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negerinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya.

Kian hari, emansipasi kian mirip dengan liberalisasi dan feminisasi. Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya dan ingin kembali kepada fitrahnya. Perjalanan Kartini adalah perjalanan panjang. Dan dia belum sampai pada tujuannya. Kartini masih dalam proses.

Kita.......
sering mendengar kumpulan suratnya yang berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang" yang oleh Armijn Pane terlanjur diartikan demikian dari bahasa Belanda "Door Duisternis Tot Licht". Padahal, kata-kata itu berasal dari Al-Qur'an: Minazh-Zulumaati Ilan-Nuur yang  oleh cucu Kartini, Prof Dr Haryati Soebadio diartikan 'dari gelap menuju cahaya' dan terjemahan inilah yang lebih pas.

Minazhulumaati Ilan-Nuur ini merupakan inti dari Panggilan Islam, yang maksudnya: membawa manusia dari kegelapan (kejahiliyahan atau kebodohan hidayah) ke tempat yang
terang benderang (petunjuk atau kebenaran Al-Haq).

"Allah pemimpin orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir pemimpin mereka adalah Thoghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Q.S. Al-Baqarah:257) .

Mengapa disebut Tragedi Kartini?
Karena sebenarnya Kartini berada dalam proses dari kegelapan menuju cahaya. Tapi cahaya itu belum purna menyinarinya secara terang benderang karena terhalang oleh atmosfer tradisi dan usaha westernisasi. Kartini kembali kepada Pencipta, Pemilik, Pemelihara, dan Penguasanya, sebelum ia meyelesaikan usahanya untuk mempelajari Al-Islam dan mengamalkannya
sebagaimana yang dicita-citakan.
"Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang Islam patut disukai." (Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902).
Tulisan ini tidak dimaksudkan semata-mata untuk mengungkapkan fakta sejarah, tapi berusaha menggugah wanita muslimah yang masih cinta kepada Islam, agar dapat menarik pelajaran dari padanya.

Kartini....
merupakan salah satu figur sejarah yang kalah menghadapi Pertarungan Ideologi
(al-Ghozwul Fikri). Islam di satu sisi dan Yahudi serta Nasrani di sisi
lain. Jangan kecam Kartini, karena walau bagaimana pun beliau sudah
berusaha: mendobrak adat, mengelak dari Barat, untuk mengubah keadaan.

"Manusia itu berusaha, Allahlah yang menentukan." (surat Kartini kepada Ny.
Ovink-Soer, Oktober, 1900). “
Sungguh, kata-kata Kartini mencerminkan sikap tawakkal. Agar kita tidak mengukur keberhasilan suatu perjuangan dengan batasan umur kita. Pula, agar kita tidak mudah mengecam kesalahan yang dibuat oleh orang-orang sebelum kita. Bukan mustahil jika kita dihadapkan dalam kondisi yang sama, kita juga akan berbuat hal yang sama."Itu adalah umat yang telah lalu. Baginya apa yang
diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan, dan kamu tidak akan
diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan. "
(Al-Baqarah: 134).


KARTINI INGIN MENJADI MUSLIMAH SEJATI

Pada masa kecilnya, Kartini mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan ketika belajar mengaji (membaca Al-Qur'an). Ibu guru mengajinya memarahi dan menyuruh Kartini keluar ruangan ketika Kartini menanyakan makna dari kata-kata Al-Qur'an yang diajarkan kepadanya untuk
membacanya. Sejak saat itu timbullah penolakan pada diri Kartini seperti tergambar dalam suratnya kepada Stella, 6 November 1890.

"Mengenai agamaku Islam, Stella, aku harus menceritkan apa? Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dengan umat agama lain. Lagi pula sebenarnya agamaku Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, kalau aku tidak mengerti, tidak boleh memahaminya? Al-Qur'an terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun. Di sini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Di sini orang diajar membaca Al-Qur'an tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tetapi tidak
diajar makna yang dibacanya itu. Sama halnya seperti engkau mengajar aku membaca buku bahasa Inggris, aku harus hafal kata demi kata, tetapi tidak satu patah kata pun yang kaujelaskan padaku apa artinya. Tidak jadi orang sholeh pun tidak apa-apa, asalkan jadi orang yang baik hati,
bukankah begitu, Stella?"

Sampai suatu ketika, Kartini berkunjung ke rumah pamannya, seorang bupati di Demak (pangeran Ario Hadiningrat) . Di Demak waktu itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian tersebut bersama Raden Ayu yang lain, dari balik hijab (tabir). Kartini tertarik dengan materi yang disampaikan Kyai Haji Muhammad Sholeh bin
Umar, seorang ulama besar dari Darat, Semarang. Materi yang disampaikan adalah tafsir surat al-Fatihah. Kyai Sholeh Darat (demikian dia dikenal) srg memberikan pengajian di berbagai kabupaten di sepanjang pesisir utara. "Kyai Sholeh Darat" pernah menjadi nama sebuah jalan di Semarang.

Setelah selesai acara pengajian, Kartini mendesak pamannya agar bersedia menemani dia untuk menemui Kyai Sholeh Darat:
"Kyai perkenankanlah saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu namun dia menyembunyikan ilmunya?" Tertegun Kyai Sholeh Darat mendengar pertanyaan Kartini yang diplomatis itu. "Mengapa Raden Ajeng bertanya seperti itu?" Kyai Sholeh balik bertanya.

"Kyai, selama hidupku, baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama, dan induk Al-Qur'an yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati ku kepada Allah. Namun, aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Qur'an dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Qur'an itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?"

Dialog Kartini-Kyai Sholeh ini ditulis oleh Ny. Fadlila Bc Hk, cucu Kyai Sholeh Darat dalam majalah "Ittihadul Mubalighot".

Singkat cerita, Kyai Darat tergugah menterjemahkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Jawa. Pada hari pernikahan Kartini, Kyai Sholeh menghadiahkan terjemahan Al-Qur'an (Faizhur rahman fit Tafsiril Qur'an), jilid I yang terdiri dari 13 juz, mulai dari surat al-Fatihah sampai dengan surat
Ibrahim. Kitab tafsir ini sekarang (thn 1994 awal) dicetak dan diperjualbelikan di Singapura.

Mulailah Kartini mempelajari Islam dalam arti sesungguhnya. Namun sayang, tidak lama setelah itu,
Kyai Sholeh meninggal dunia. sehingga al-Qur'an belum selesai diterjemahkan seluruhnya ke dalam bahasa Jawa.

Kalau saja Kartini sempat mempelajari keseluruhan ajaran Islam (al-Qur'an), maka tidak mustahil ia akan menerapkan semaksimal mungkin semua hal yang dituntut Islam terhadap kemuslimahannya (termasuk jilbab?). Terbukti Kartini sangat berbeda dengan tradisi adatnya yang sudah terlanjur mapan. Kartini juga memiliki modal kehanifan yang tinggi terhadap ajaran Islam. Bukankahh pada mulanya ia paling keras menentang poligami, tapi kemudian setelah mengenal Islam, ia menerima dengan sukarela.

Inilah mengapa Kartini sangat terkesan dengan kata Minazhulumaati Ilannuur karena ia sendiri merasakan proses perubahan dalam dirinya, dari pemikiran jahiliyah kepada pemikiran hidayah.

Dalam banyak suratnya, Kartini banyak sekali mengulang-ulang kata-kata Dari Gelap Kepada Cahaya ini. Karena Kartini selalu menulis suratnya dalam bahasa Belanda, maka kata-kata ini dia terjemahkan dengan Door Duisternis Tot Licht. Karena seringnya kata-kata itu muncul dalamsurat-surat Kartini, maka Mr. Abendanon yang mengumpulkan surat-surat Kartini, menjadikan kata-kata itu sebagai judul dari kumpulan surat Kartini. Tentu saja ia tak menyadari bahwa kata-kata tersebut
sebenarnya dipetik dari Al-Qur'an.


Kemudian untuk masa-masa selanjutnya Kartini meninggal, kata-kata Door Duisternis Tot Lich telah
kehilangan maknanya, karena diterjemahkan oleh Armijn Pane dengan  istilah Habis Gelap Terbitlah Terang (mungkin lebih puitis, tapi justru tidak persis). Jika demikian, siapa yang mengira bahwa di balik istilah di atas sebenarnya terkandung makna yang dalam.

Setelah Kartini mengenal Islam, sikapnya terhadap Barat mulai berubah:

1. Kartini Mencela Barat

"Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?"( Surat Kartini kepada Ny. E.E.Abendanon, 27 Oktober 1902.)

2. Kartini Menentang Praktek Kristenisasi

"Bagaimana pendapatmu tentang Zending (Diakonia), jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta-kasih, bukan dalam KRISTENISASI? Bagi orang Islam, melepaskan keyakinan sendiri memeluk agama lain, merupakan dosa yang sebesar-besarnya. Pendek kata, boleh
melakukan Zending (Diakonia), tetapi jangan mengkristenkan orang! Mungkinkah itu dilakukan?"

(Surat Kartini kepada EE Abendanon, 31 Januari 1903.)

3. Kartini Ingin Memperbaiki Citra Islam

"Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang
agama Islam patut disukai." (Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902.)

Kartini menyadari bahwa selama ini, Islam disalah mengerti karena selalu dijadikan bulan-bulanan dan sasaran fitnah oleh musuh-musuh Islam dan terkadang oleh umat Islam sendiri yang tidak memahami Islam.

CITA-CITA KARTINI

Inilah cita-cita Kartini yang banyak salah dimengerti:

"Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, BUKAN SEKALI-SEKALI KARENA KAMI MENGINGINKAN ANAK-ANAK PEREMPUAN ITU MENJADI SAINGAN LAKI-LAKI DALAM PERJUANGAN HIDUPNYA. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam (sunatullah) sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. " (Surat Kartini kepada Prof Anton dan Nyonya.., 4 Oktober 1902.)

Inilah gagasan Kartini yang sebenarnya Islami, tapi oleh mereka yang salah
paham terhadap Islam disebut sebagai Emansipasi. Sehingga setiap orangbebas mengartikan semaunya sendiri. Sebagian orang mengartikan emansipasi sebagai kesempatan berprestasi bagi wanita di segala bidang  sebagaimana halnya lelaki, bahkan jika mungkin melebihinya. Tidak
peduli apakah itu prestasi sebagai insinyur, kondektur, lifter (pengangkat besi), bina raga atau jaipongan (lihat majalah Warnasari no 124, April, 1989/XI).

Masih banyak kisah-kisah yang tercecer dalam sejarah Kartini. Termasuk upaya Snouck Hurgronye yang menjalankan politik Asosiasi, yaitu suatu usaha agar generasi muda Islam tercabut dari akar sejarahnya dan mengidentifikasikan dirinya dengan Barat. Menurut Snouck, golongan yang paling militan menentang penjajah Belanda adalah golongan Islam. Jika ingin lengkap, bacalah buku "Tragedi Kartini" Sebuah Pertarungan Ideologi karya Asma Karimah. Penerbit Hanifah. Mudah-mudahan masih ada cetakan terbarunya. Karena yang saya punya saja, sudah cetakan kelima Th.1994, cetakan pertamanya Th. 1986.Insya Allah, buku ini menjadi media pembuka cakrawala kita tentang peran muslimah sesungguhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar